Perjanjian Renville: Latar Belakang, Isi, dan Dampak bagi Indonesia

Admin

Jakarta, CNN Indonesia --

Perjanjian Renville adalah perundingan yang dilakukan antara Indonesia dengan Belanda pada 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948.

Perjanjian Renville tercatat sebagai peristiwa penting dan bersejarah bagi Indonesia dalam upaya mempertahankan kemerdekaan melalui upaya diplomasi. Sebab kala itu Belanda ingin kembali menguasai Indonesia.

Dirangkum dari berbagai sumber, berikut sejarah mengenai latar belakang perjanjian Renville, isi perjanjian Renville, hingga dampaknya bagi Indonesia.

Latar Belakang Perjanjian Renville

Perjanjian Renville dilatarbelakangi oleh pertikaian yang terjadi antara Indonesia dan Belanda. Pertikaian disebabkan oleh serangan Belanda ke Indonesia yang terjadi pada 12 Juli 1947 atau dikenal dengan agresi militer Belanda I.

Serangan yang dilakukan Belanda ke Indonesia itu mendapat perhatian negara lain dan menjadi kecaman internasional.

Kemudian pada 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB ikut turun tangan untuk membantu menghentikan serangan Belanda tersebut.

Akan tetapi pada 5 Agustus 1947, Belanda dan Indonesia kembali mengumumkan akan melakukan gencatan senjata, hingga membuat Dewan Keamanan PBB mengambil langkah penyelesaian.

Dewan Keamanan PBB kemudian membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) terdiri atas Australia, Belgia, dan Amerika Serikat, yang bertugas untuk memediasi dan menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.

KTN juga berusaha mendekatkan kedua belah pihak yaitu Belanda dan Indonesia untuk menuntaskan segala pertikaian dan persoalan militer serta politik.

Dikutip dari Buku Sejarah Indonesia untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI (2017) Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Amerika Serikat selaku salah satu anggota KTN berhasil mempertemukan Indonesia dan Belanda dalam perundingan yang berlangsung di atas kapal perang Renville milik AS.

Perundingan Renville secara resmi dimulai pada 8 Desember 1947 di Kapal Renville yang berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok.

Delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo, orang Indonesia yang memihak Belanda.

Tokoh-tokoh dalam Perjanjian Renville

Sejumlah tokoh-tokoh yang turut hadir dalam perundingan dan perjanjian Renville adalah sebagai berikut:

  1. Delegasi Indonesia diwakili oleh Amir Syarifudin (ketua), Ali Sastroamijoyo, H. Agus Salim, Dr.J. Leimena, Dr. Coatik Len, dan Nasrun.
  2. Delegasi Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo (ketua), Mr. H.A.L. Van Vredenburg, Dr.P.J. Koets, dan Mr. Dr. Chr. Soumokil.
  3. PBB sebagai mediator diwakili oleh Frank Graham (ketua), Paul Van Zeeland, dan Richard Kirby.
  4. Belanda berdaulat atas Indonesia sebelum Indonesia mengubah menjadi RIS (Republik Indonesia Serikat).

Isi Perjanjian Renville

Setelah dilakukan perundingan, disepakatilah pokok-pokok Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948.

Berikut isi pokok perjanjian Renville, dikutip dari Modul Sejarah Indonesia SMA Kelas XI (2020) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

  1. Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian wilayah Republik Indonesia.
  2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi (Van Mook) yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda.
  3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.

Perjanjian Renville tersebut kemudian ditandatangani pada tanggal 19 Januari 1948.

Dampak Perjanjian Renville bagi Indonesia

Penandatanganan perjanjian Renville tercatat banyak memberikan dampak yang membawa kerugian bagi Indonesia. Selain itu, kesepakatan dari Perjanjian Renvile justru membikin hubungan Indonesia-Belanda kian memanas.

Dampak dari Perjanjian Renvile bagi Indonesia antara lain sebagai berikut.

1. Mempersempit wilayah RI

Dilansir dari buku Indonesian National Revolution 1945-1950 (1974) tulisan Anthony Reid, keberadaan garis demarkasi Van Mook dinilai sebagai hinaan karena wilayah Indonesia jadi semakin dipersempit.

Bahkan wilayah yang disepakati menjadi lebih kecil dari sebelumnya dalam Perjanjian Linggarjati yang menyepakati Jawa, Sumatra, dan Madura.

Justru berdasarkan garis demarkasi Van Mook, wilayah Republik Indonesia berkurang, yang menyisakan Banten, sebagian Jawa Tengah, dan Madura.


2. Perekonomian Indonesia terhambat

Perjanjian Renville juga memberikan dampak bagi perekonomian Indonesia yang diblokade secara ketat oleh Belanda agar pejuang Indonesia kesulitan dan bersedia menyerah kepada mereka.


3. Memicu reaksi keras dan aksi pemberontakan

Dampak Perjanjian Renville ini memicu reaksi keras rakyat yang menganggap kabinet baru berpihak kepada Belanda.

Selain itu, para TNI yang masih berada di daerah-daerah yang dikuasai Belanda harus ditarik mundur ke wilayah RI di sekitar Yogyakarta.

Contohnya ribuan pasukan dari Divisi Siliwangi dan pasukan dari Jawa Timur. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa "hijrah" atau perjalanan panjang tentara Divisi Siliwangi dari Jawa Barat ke Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Dampak dari peristiwa ini turut mengakibatkan pemberontakan Kartosuwiryo dan pasukannya yang menolak keluar dari Jawa Barat yang saat itu merupakan daerah kekuasaan Belanda.

Demikian sejarah Perjanjian Renville, latar belakang, isi perjanjian Renville, hingga dampaknya bagi Indonesia.

(avd/fef)